Bebeledogan, salah satu permainan tradisonal yang pernah menjadi permainan anak di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Manusia dengan segala kekuatan akalnya memiliki rasa sehingga menumbuhkan karsa untuk mencipta. Hal inilah yang dimaksud Koentjaraningrat sebagai kebudayaan. Kebudayaan tersebut terbentuk baik dalam wujud benda maupun tak benda, sebagiannya lagi berupa nilai-nilai atau aturan yang berkembang di masyarakat. Ia berkembang menuju taraf yang lebih tinggi.

Permainan tradisional merupakan bagian dari kebudayaan. Permainan tradisional atau disebut juga permainan rakyat sengaja diciptakan untuk kebutuhan rekreasi anak. Tampaknya masyarakat dulu menyadari, bahwa fase anak-anak adalah fase bermain, maka dari itu ia menciptakan berbagai permainan untuk menunjang kebutuhan anak tersebut. 

Pada tulisan ini saya akan berbagi pengalaman kepada pembaca mengenai ragam permainan tradisional unik di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Saya kelahiran Lebak, 1997, namun karena saya hidup di pelosok desa, hampir setiap permainan tradisonal dulu pernah saya mainkan, namun saat ini berbagai permainan itu telah hilang. 

Saat ini tak banyak orang yang belum tau mengenai ragam permainan unik zaman dulu, hal ini menurut saya disebabkan karena tergesernya kebudayaan zaman dulu oleh kebudayaan modern. Dulu anak-anak bermain dengan cara membentuk kelompok, berinteraksi, terjadi komunikasi langsung, tapi semenjak manusia menciptakan game melalui teknologi (misal:handphone), permainan tradisional tersebut ditinggalkan. Akibat dari perubahan ini jelas akan menibulkan konsekuensi sendiri bagi anak.

Proses Peralihan

Saya akan mendeskripsikan bagaimana proses peralihan permainan dari permainan tradisional menuju permainan modern. Semuanya tidak lepas dari manusia sebagi pelaku budaya. Tapi, sebelum itu kita harus memahami dan menyepakati terlebih dahulu apakah yang membedakan masyarakat tradisional dengan masyarakat modern? Dan menurut saya ada satu yang membedakannya yaitu cara atau teknik.

Saya pernah membaca bukunya Murtadha Muthahari berjudul Manusia dan Alam Semesta, di dalam buku ini Muthahari menjelaskan secara detail bagaimana manusia membentuk kebudayaan. Penjelasannya dari  hakikat manusia, perbedaan manusia dengan binatang, manusia dan sejarah, hingga pertanyaan bagaimana manusia membentuk kebudayaan dan peradaban. 

Dari rangkaian penjelasan Muthahari saya menangkap, ketika manusia mengalami perubahan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, maka ada satu yang perbedaan mendasarnya yaitu teknik atau cara (epistemologi). Ya, yang membedakan satu perkembangan dengan perkembangan yang lainnya adalah cara. 

Misalnya, apakah yang membedakan manusia dengan binatang disaat secara bersamaan manusia memiliki kemiripan dengan binatang? Manusia dan binatang sama yaitu makhluk hidup, maka manusia sama dengan binatang pada sifat hewaninya manusia. Tapi apa yang membedakannya? mungkin ada yang menjawab manusia memiliki akal, sedangkan binatang tidak. 

Saya tidak akan menyalahkan jawaban ini, jawaban yang membedakan manusia dengan binatang adalah akal, memang benar karena akal inilah yang menjadi akar kebudayaan. Tapi jawaban yang paling tepat perbedaan antara manusia dan binatang adalah caranya,  bukan saja perbedaan antara manusia dan binatang, bahkan yang membedakan antara manusia dengan manusia lainnya adalah cara. 

Manusia dengan binatang memiliki kesamaan, apalagi manusia dengan manusia, hanya saja kebanyakan orang lebih fokus membicarakan perbedaannya daripada membicarakan persamaannya. Orang membicarakan perbedaan fisik, agama, budaya, bahasa, karena menurut mereka perbedaan berpotensi menimbulkan pertentangan masyarakat, maka kesimpulannya manusia harus membentuk cara pandang moderat dan toleransi. 

Masalah perbedaan selalu menjadi perhatian, adapun soal-soal yang menyangkut kesamaan pada diri manusia ini jarang dibahas dan diperbincangakan, kita kadang fokus pada persoalan perbedaan, padahal kesamaan manusia ini penting bahwa kita semua sama, kita sama-sama makhuluk tuhan misalnya, memiliki kebutuhan mendasar yang sama, seperti kebutuhan makan, kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk berinteraksi dan lain sebagainya. 

Cara pandang ini menurut saya bisa mementuk manusia yang bijaksana dan beradab. Orang tua saya dulu pernah mengatakan kepada saya, "Mun kumaneh digebug nyeri, makana ulah ngagebug kabatur, mun kumaneh dipoyokan nyeri hate maka ulah moyokan ka batur, sarua batur geh jelema boga hate," demikian kata ibu saya, sebuah petuah yang memiliki makna fhilosofis. 

Mengenai kesamaan akan kebutuhan manusiaa, Maslow menyebutkan hirearki kebutuhan manusia yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri (self-actualization), kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), kebutuhan akan memiliki dan kasih sayang (social needs), kebutuhan akan keamanan (safety needs) dan kebutuhan fisiologi (Physiological needs).

Kembali pada pembahasan mengenai perbedaan masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Jadi perbedaan masyarakat dulu dan masyarakat sekarang sekali lagi terletak pada caranya, entah itu cara dia berpakaian, cara memasak, cara bekerja, cara makan, cara bertani, cara berinteraksi, cara menikah, cara berpergian dan termasuk cara bermain yang akan menjadi fokus tulisan ini. 

Cara-cara itulah yang membedakan antara masyarakat zaman dulu dan masyarakat sekarang. Sedangkan persamaannya, dari dulu sampai sekarang hakikatnya tetap sama, bahwa manusia membutuhkan makan, tapi dari caranya ia berubah. Dulu masyarakat kita makan umbi misalnya, hanya dikukus, tapi di era sekarang umbi banyak jenisnya, hakikat umbinya tetap sama, tapi cara pengolahannya itulah yang berbeda. 

Contoh lain, misalnya dulu para petani membajak sawahnya dengan cara dicangkul sedangkan sekarang setelah ditemukannya teknologi membajak sawah beralih ke traktor. Hakikatnya tetap sama-sama membajak tapi cara membajaknyalah yang berbeda, begitu pula berbagai bentuk aktivitas lainnya, tak terkecuali dalam permainan tradisional anak. Iinilah yang saya maksudkan sebagai proses peralihan kebudayann masyarakat tradisonal ke modern, proses ini sangatlah kompleks menyangkut berbagai aspek kehidupan. 

Permainan Dulu dan Sekarang

Perubahan memang suatu keniscayaan, karena ia adalah prodak kebudayaan manusia, ia tidak bisa dihindari apalagi ditolak, satu-satunya cara bagi kita saat ini adalah bagaimana mengemas kebudayaan masa lalu kedalam kemasan kebudayaan masa sekarang. Misalnya bisakah kita memunculkan kembali permainan dulu yang tertinggal?

Saya asli orang Lebak dan mengenal banyak sekali permainan, yang mungkin tidak semua orang seusia saya dulu pernah memainkan ragam permainan. Dulu banyak sekali permainan, dan sampai sekarang permaian masih menjadi bagian dari kehidupan anak. Tapi beberapa permainan di era sekarang lebih banyak bernilai negatif dibandingkan positifnya. 

Permainan dulu digerakan oleh alam, ketika bermain ia tergantung dan dibatasi oleh alam, saat sore anak-anak bermain, setengah enam mereka sudah siap-siap sholat maghrib dan mengaji. Kalau permainan sekarang ia tidak mengenal waktu, karena waktu permainan itu diatur oleh mereka sendiri, akhirnya apa? anak-anak sekarang tidak mengenal waktu, asyik bermain dari sore bahkan tembus subuh. Negatifnya apa? waktu semakin tidak teratur, anak sulit diatur, generasi bangsa semakin tidak produktif. 

Dampak negatif lainya dari permainan era sekarang adalah konsumerisme. Hampir semua permainan harus dibeli dengan uang. Misalnya, di era sekarang jika ingin bermain congklak anak harus merengek ke orang tuanya minta dibelikan. Berbeda dengan dulu saat ingin bermain congklak, saya tidak mesti beli, tapi membuatnya di tanah dengan cara membuat lubang sesuai dengan jumlah lubang congklak dan biji congklaknya diambil dari biji pohon jarak, hanya saja enaknya sekarang papannya congklaknya bisa dibawa kemana-mana. 

Saya juga pernah bermain perang-perangan menggunakan pelapah pisang yang dibentuk seperti bedil yang dalam perkembangannya peperangan itu menjadi permainan Gimbot. Banyak sekali permainan yang terdigitalisasikan. Tapi banyak juga permainan yang tidak bisa bertahan, ia sedikit demi sedikit hilang ditelan zaman, hanya beberapa permainan yang mampu bertahan. 

Banyak permainan tradisional yang sudah tidak dikenal lagi oleh anak zaman sekarang khususnya di Lebak. Padahal permainan tradisional ini memiliki banyak manfaat untuk anak-anak. Selain dapat melatih fisik dan mental permainan tradisional juga bermanfaat untuk melatih kreatifitas, ketangkasan dan kecerdasan terutama kecerdasan emosional melalui sosialisasi.

Dulu sebelum ada teknologi handphone anak menerima permainan dari orang tuanya secara langsung. Orang tua mengkomunikasikan kepada anak-anak agar memainkan permainan yang pernah dimainkan olehnya waktu dulu dimainkan kembali. 

Adapun ragam permainan yang pernah saya mainkan dulu diantaranya adalah Pande, Petak Umpet, Gobag, Egrang, Loncat Karet, Bebentengan, Boy-Boyan, Orai-Oraian, Egrang Batok, Gangsing Kayu, Ambreg, Rori-Rorian, Pletokan Bambu, Ucing Kepung, Ketapel/Bandil, Sumpit Bambu, Rorodaan, Ucing Jongkok, Gundu/Kelereng, Kolecer, Bebeledogan dan masih banyak lagi, cuma saya lupa.