![]() |
Buku Tapak Peradaban Purba di Lereng Gunung Pulasari |
Dalam melakukan pemajuan kebudayaan dan peradaban di Provinsi Banten, Banten Heritage telah menerbitkan beberapa buku untuk dibaca oleh masyarakat umum diantaranya adalah buku yang berjudul "Tapak Peradaban Purba di Lereng Gunung Pulasari".
Buku ini disusun oleh pendiri Banten Heritage yaitu Moh. Ali Fadillah, Yudhi Deni Mulyadi, Uri M. Rachmawiana, Dadan Sujana, Budi Prakoso (almarhum), Asep Hilmie. Buku ini menyajikan sebuah wawasan tentang sejarah berdasarkan hasil kajian arkeologi.
Buku ini diterbitkan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pandeglang, pada tahun 2003, ISBN: 979-98161-0-6. Buku ini disusun untuk mengisi kekosongan buku bacaan terhadap jejak arkeologi di Lereng Gunung Pulasari, Pandeglang.
Penulisan hasil penelitian ini berawal dari praduga bahwa mempertimbangkan hasil penelitian terdahulu dan mengkaji ulang sumber sejarah berupa manuskrip dan tradisi lisan, obyek penelitian bertemakan “pertapaan” terletak di gunung atau lereng pegunungan, dekat dengan sumber air, sunyi dan jauh dari keramaian.
Praduga tersebut mengarahkan peneliti untuk meneliti situs-situs yang berkarakter geografi di sekitar lereng sebelah utara Gunung Pulosari yakni antara kota Mengger dan Jiput. Selain itu, pada bentang antara Mengger dan Jiput, yang terletak persis di titik pertemuan segitiga gunung, yaitu Gunung Karang, Gunung Pulosari, dan Gunung Aseupan.
Terdapat tiga belas kompleks megalitik yang tersebar di Kecamatan Mandalawangi dan satu kompleks situs di Kecamatan Pulosari Kabupaten Pandeglang. Adapun situs-situs tersebut antara lain Cihunjuran, Balawiku, Salangsari, Tamansari, Gunung Sembung, Phalus Gopar, Mandalawangi, Citaman dan Batu Go’ong.
Pada situs-situs tersebut ditemukan pula peningggalan megalitik berupa menhir, lumping batu, batu berlubang bulat, batu berlubang persegi empat, batu berlubang runcing, batu datar, batu silindrik, batu cekung, batu cembung, batu coet dan batu pipisan. Sementara peninggal artefak berupa keramik, tembikar, terrakota, manik-manik, tatal batu, dan genta pendeta.
Banyak orang yang meyakini bahwa peradaban hanya dapat tumbuh di pesisir seperti halnya di Bnaten lama, tetapi perlu dicatat sekarang, peradaban itu sama sekali tidak relevan jika dilihat dari kemajuan yang dialami masyarakat pesisir berbasis perniagaan, yang telah mengembangkan kekuasaan ekonomi politik seperti di Banten Girang dan Banten lama; yang telah menghasilkan sebuah masyarakat kosmopolit yang multikultural.
Masyarakat agraris di pedalaman pun memeiliki ciri peradabannya sendiri. Peradaban pertanian di lembah Mandalawangi tampaknya akan terus berkembang dalam siklus hidup manusia, belum akan berhenti untuk berubah, tetapi perubahan itu tetap ada pada porosnya; sebuah kekuatan centripetal dari setiap pusat kekeramatan.
Tidak ada komentar
Posting Komentar