![]() |
Bedah buku Jalur Rempah Banten di Pendopo Museum Multatuli pada 16 Juni 2023 |
Siang tadi, Jumat, 16 Juni 2023, meskipun suasana hujan saya mengikuti bedah buku di Pendopo Museum Multatuli yang diadakan oleh panitia Festival Seni Multatuli 2023. Ya, bedah buku ini adalah salah satu bagian dari rangkaian acara FSM (Festival Seni Multatuli) 2023.
Bedah buku kali ini bertema "Jalur Rempah Banten: Menggagas Destinasi Petualangan Historis". Lebih spesifiknya, bedah buku ini mengangkat judul "Jalur Rempah: Potensi Wisata Baru di Banten". Buku ini memberikan informasi historis bahwa Banten pernah menjadi salah satu wilayah penghasil rempah terbesar pada saat itu.
Ada empat pemateri pada bedah buku kali ini, diantaranya ada Moh Ali Fadilah selaku pemateri utama dan editor buku, kemudian Neng Dara Afifah (Dosen UIN Syarif Hidayatullah), Lita Rahmiati (Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII, Banten) dan Imadudin Sahabat (Kepala Bank Indonesia Perwakilan Banten).
Bedah buku ini diikuti oleh kurang lebih 30 peserta dari berbagai kalangan, mulai dari Guru, Dosen, Mahasiswa dan umum seperti komunitas literasi dan lain sebagainya. Kegiatan berlangsung mulai dari pukul pukul 09.30 WIB sampai pukul 11.30 WIB.
Potensi Wisata Lada di Banten
Seperti diungkapkan oleh Moh Ali Fadilah bahwa Banten menjadi salah satu penghasil lada terbesar dimasanya, yakni pada zaman kerajaan Sunda. Bahkan hingga sekarang setelah menjadi provinsi, Lampung yang dulu menjadi wilayah kekuasaan Banten menjadi salah satu wilayah penghasil lada terbesar di Indonesia kedua setelah Bangka Belitung.
Menurut Kementrian Keuangan Republik Indonesia (kemenkeu.go.id) Lampung merupakan penghasil lada kedua terbesar di Indonesia, dan menjadi provinsi penghasil lada hitam terbesar di Indonesia.
Lampung dan Bangka Belitung menghasilkan sekitar 52% areal perkebunan lada. Lada Lampung berasal dari sejumlah sentra perkebunan, seperti di Kabupaten Lampung Timur, Lampung Utara, Way Kanan, dan Lampung Barat.
Sejak abad ke X, Banten sudah dikenal sebagai imperium lada. Kemudian pada abad ke-16 Banten sebagai penghasil lada mulai dikenal oleh orang-orang Eropa dan cina. Di masa itu lada menjadi rempah yang sangat disukai oleh Eropa dan Cina.
Berdasarkan catatan Tome Pires tahun 1514 disebutkan bahwa Banten menjadi pelabuhan penting dalam perdagangan. Komoditas yang diperdagangkan salah satunya adalah lada. Kemudian pada tahun 1522 Portugis melakukan perjanjian dengan raja Sunda.
Menurut Dr. Halwany Microb pada tahun 1521 yang berkuasa di Kerajaan Sunda adalah Jayadewata yang bergelar Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran, Sri Sang Ratu Dewata atau yang dikenal sebagai Prabu Siliwangi.
Di dalam perjanjian ini Raja Sunda menjanjikan seribu karung lada setiap tahunnya. Disamping, Portugis membangun benteng di sekitar muara Ciliwung.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa perdagangan lada di Banten dimulai sebelum berdirinya Kesultanan Banten, sebelum bangsa Eropa datang dan mencatat setiap kegiatannya selama pelayaran.
Perlu diketahui bahwa Raja Sunda melakukan perjanjian dengan Portugis karena merasa terancam dengan kekuatan Islam dari kerajaan Demak. Pada waktu itu, raja Demak bernama Trenggono, raja ke-3 pengganti Dipati Unus bercita-cita meluaskan pengaruh Islam ke seluruh Pulau Jawa.
Melihat hal tersebut, menimbulkan kekhawatiran raja Pajajaran Prabu Siliwangi, jikalau agama Hindu yang menjadi agama negaranya akan makin terdesak, dan Pajajaran akan kehilangan kewibawaannya karena pengaruh Islam.
Tidak ada komentar
Posting Komentar